Selamat datang di blog kami semoga menambah pengetahuan anda

Jumat, 15 Juli 2011

DAIICHI ACCIDENT X

Kecelakaan PLTN di Jepang (10)
TEPCO: Sedikitnya 55% dari Teras PLTN Fukushima Daiichi unit-1 Telah Rusak
27 April 2011
Tokyo Electric Power Co (TEPCO) mengatakan bahwa sebanyak 55% teras reaktor PLTN Fukushina Daiichi Unit 1 yang dilanda gempa Fukushima nuklir dianggap rusak; teras PLTN Unit 2 diperkirakan 35% rusak, dan teras PLTN Unit 3 diperkirakan 30% rusak. Tujuh minggu setelah krisis nuklir dimulai, TEPCO juga mengakui kerusakan bahan bakar bekas pada Unit 4.

TEPCO mengeluarkan perkiraan kerusakan teras hari ini untuk memperbaiki data sebelumnya dipublikasikan di website-nya, yang mengatakan 70% inti Unit 1 itu telah rusak.. Data yang diukur dengan Containment Atmospheric Monitoring System (CAMS), yang memonitor radiasi di dalam containment vessel (baik di dalam drywell dan wetwell) setelah reaktor kehilangan sistem pendingin setelah gempa bumi dan tsunami pada tanggal 11 Maret 2011.

Sementara itu, robot dikirim ke Unit 1 pada hari Selasa (26 April) mencatat radiasi 1120 millisieverts radiasi per jam. Air di ruang bawah tanah bangunan turbin Unit 4 juga masih menunjukkan tingkat radioaktivitas yang tinggi abnormal, dan TEPCO telah memperkirakan kebocoran bisa terjadi di ruang bawah tanah berdekatan dengan PLTN Unit 3. Badan Keselamatan Industri Nuklir Nasional (NISA) memperkirakan air tergenang dengan tingkat radioaktivitas yang tinggi di ruang bawah tanah Unit 1, 2 dan 3 sebesar 70.000 metrik ton. TEPCO masih bekerja di luar apa yang akan lakukan dengan sejumlah besar air tercemar tsb.

DAIICHI ACCIDENT IX

Kecelakaan PLTN di Jepang (9)
TEPCO: Roadmap Pemulihan PLTN Menuju Cold Shutdown Dalam 6 Bulan


Kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi melewati drama nuklir dengan waktu yang lama karena kebocoran radiasi ke lingkungan. Tokyo Electric Power Co (TEPCO) meluncurkan program dua-tahap untuk mengontrol unit PLTN  Fukushima Daiichi menuju cold shutdown dalam waktu 6-9 bulan. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa jika upaya berjalan sesuai rencana, jumlah radiasi tidak dapat meningkatkan.

Menurut apa yang disebut TEPCO's "Roadmap menuju Pemulihan," atau Roadmap towards Restoration,”, langkah pertama akan memastikan dosis radiasi menurun. Untuk mencapai ini, pertama operator  yang akan mencoba untuk mencegah ledakan hidrogen tambahan di dalam containment utama Daiichi 1, 2, dan 3 dengan cara menyuntikkan gas nitrogen untuk menjaga konsentrasi hidrogen dan oksigen di bawah batas mudah terbakar. Risiko ledakan hidrogen akan meningkat karena memasukkan air tawar ke dalam reaktor untuk mendinginkan teras reaktor mengakibatkan peningkatan kemungkinan terjadinya kondensasi uap. Peningkatan kondensasi uap memicu peningkatan produksi Hidrogen. Langkah pertama diperkirakan akan memakan waktu sekitar 3 bulan.

DAIICHI ACCIDENT VIII

Kecelakaan PLTN di Jepang (8)
 Fakta dan Pelajaran Kecelakaan Nuklir Fukushima
Oleh Dr. Takehiko MUKAIYAMA (10 April 2011)
JAIF, International cooperation centre (JICC)

Latar Belakang PLTN di Jepang
Total kapasitas energi yang tersedia di Jepang mencapai 280 GWe, PLTN memiliki kontribusi sebesar 48,6 GWe. Perusahaan listrik nasional TEPCO memiliki kontribusi produksi listrik sebesar 62 GWe dan listrik 17,3GW didalamnya diproduksi oleh PLTN. Daya yang lain diproduksi oleh perusahaan listrik seperti Kansai Electric, Chugoku Electric, Tohoku Electric dan lain-lain. Akibat gempa dan tsunami Fukushima, 3 PLTN Onagawa (Total 2174 MWe), 6 PLTN Fukushima Daiichi (Total 4696 MWe), 4 PLTN Fukushima Daini (4400 MWe), dan 1 PLTN Tokai-2 (1100 MWe) masih shutdown dengan total daya 12,37 GWe.
    Jepang hampir tidak memiliki sumber energi dari fosil. Sehingga alternetif terbaik adalah pemanfaatan PLTN. PLTN pertama dibangun tahun 1966 dengan nama Tokai-1, jenis reaktor pendingin gas. PLTN pertama tersebut sudah didekomisioning.  Sedangkan PLTN ke-2 adalah Tokai-2 dan beberapa unit PLTN di Fukushima dengan tipe PLTN yang sama, yaitu BWR mark-1. Pada lokasi yang berdekatan dengan pusat gempa Iwate 11 Maret 2011, terdapat 14 unit PLTN, yaitu PLTN Higashidori 1 unit, PLTN Onagawa 3 unit, PLTN Fukushima Daiichi 6 unit, PLTN Fukushima Daini 4 unit, dan PLTN Tokai 1 unit.
    Gempa bumi Iwate (Tohoku) terjadi dengan kekuatan Magnitudo 9,2 pada tanggal 11 Maret. Kemudian disusul dengan gempa susulan magnitudo-7 sebanyak 3 kali, magnitudo-6 sebanyak 61 kali, dan magnitudo-5 sebanyak 317 kali. Sejarah gempa sudah ditampilkan pada Kecelakaan PLTN di Jepang (7): Overview Kecelakaan PLTN Fukushima, yaitu riwayat gempa sudah tercatat sejak tahun 1902 (M7.2), 1933 (M8.1), 1938 (M7.5), 1978 (M7.4), 1994 (M7.6).
 
Gambar 1. Sejarah gempa Iwate

DAIICHI ACCIDENT VII

Kecelakaan PLTN di Jepang (7)
Overview Kecelakaan PLTN Fukushima
 
Secara umum, kondisi PLTN Fukushima 1 (Daichi) terdiri dari 6 PLTN, berupa armada PLTN pertama di Jepang yang digunakan untuk transfer teknologi. Desain PLTN-1 dilakukan oleh General Electric (GE), dan dilanjutkan PLTN-2 oleh Toshiba dalam rangka permulaan program transfer teknologi PLTN tipe Boiling Water Reactor (BWR) jenis Mark-1.
Riwayat gempa sudah tercatat sejak tahun 1902 (M7.2), 1933 (M8.1), 1938 (M7.5), 1978 (M7.4), 1994 (M7.6). Sebenarnya tanggal 10 Maret 2011 juga terjadi gempa yang cukup besar di lokasi dekat PLTN Fukushima. Pada saat itu PLTN tidak mengalami scram karena batas shutdown setting sebesar 250-300 Gal (parameter akselerasi gempa) tidak terlewati. Gempa yang mengakibatkan kecelakaan PLTN Fukushima ini terjadi pada tanggal 11 Maret jam 14:46 (M9) dilanjutkan aftersock jam 15:08 (M7.5) dan jam 15:25 (M7.4). Gempa yang mirip terjadi 1200 tahun yang lalu dengan kekuatan yang sama dan tsunami masuk ke daratan sampai 3 km.
Detik-detik menjelang problem besar itu dimulai pada jam 14:46, semua reaktor berhasil shutdown. Pada saat yang sama jaringan listrik juga rusak sehingga terjadi loss of normal power. Dan generator diesel darurat beroperasi secara otomatis. Secara desain, kejadian loss of normal power bukan merupakan kecelakaan dan reaktor akan tetap aman. Namun pada jam 15:41, semua generator di PLTN Fukushima padam secara mendadak dan kemungkinan disebabkan karena tsunami. Maka terjadi station blackout - loss of all alternative power (SBO). Pada dasarnya. desain keselamatan pada generator juga masuk dalam kategori kelas-1 (kelas tertinggi dalam standar keselamatan PLTN). Namun, desain tersebut memiliki persyaratan tinggi gelombang tsunami sebesar 5.7 meter. Dan kenyataan tsunami terjadi lebih dari 15 meter, sehingga air masuk ke ruang generator dalam PLTN Fukushima-1.
Hal ini tidak terjadi pada PLTN Tokai-2 dan PLTN Onagawa.  Desain PLTN Onagawa sudah mengasumsikan persyaratan desain dengan tsunami sebesar 15 meter. Daratan pantai PLTN Onagawa sampai ke daratan Hokkaido memiliki resiko tsunami yang sangat besar sehingga desain PLTN Onagawa mengadopsi persyaratan desain tsunami yang tinggi sebesar 15 meter. Sedangkan PLTN Tokai-2 memiliki persyaratan desain tsunami sebesar 8.2 meter dan tsunami datang mencapai 6 meter. Itupun membuat 1 dari 2 generator PLTN Tokai-2 tidak bisa dioperasikan. 2 generator pada PLTN Tokai-2 cukup untuk melakukan cold-shutdown. Catatan, reaktor Fukushima Daichi sudah shutdown, tapi masih hot.
Kejadian kecelakaan PLTN Fukushima kemungkinan besar memang karena kesalahan desain tapak yang menggunakan persyaratan desain yang terlalu rendah untuk ancaman tinggi gelombang tsunami. Proses review desain pada saat berumur 30 tahun atau 40 tahun membicarakan banyak item. Namun kriteria persyaratan desain terhadap batas tinggi gelombang tsunami tidak dikoreksi karena keterbatasan data yang meyakinkan. Sehingga TEPCO mempertahankan desain tapak dengan parameter kriteria tsunami sama seperti PLTN tersebut akan dibangun.
Gambar sebelum tsunami

DAIICHI ACCIDENT VI

Kecelakaan PLTN di Jepang (6)
Pembelajaran Dari Kejadian PLTN Fukushima dan Urgensi Pembangunan PLTN Di Indonesia
oleh Alfian Nur Mujtahidin pada 24 Maret 2011 jam 9:01
Sore ini tanggal 22 Maret 2011, di temani hujan deras di wilayah Kampus Teknik UGM, diadakan sebuah kajiang dengan tema yang sangat ramai diperbincangkan orang, bukan masalah politik, ekonomi, hukum, social, budaya, atau isu isu lainnya yang sering kita lihat di televisi, juga bukan isu tentang gayus lho. Hehehe. Ditemani derasnya hujan, kajian tersebut dimulai, dengan tema Menyibak fakta di balik Ledakan PLTN Fukushima dan Urgensi pembangunan PLTN di Indonesia. Dua tema pokok dalam kajian tersebut akan saya angkat dalam tulisan kali ini.
Menarik memang kedua isu tersebut. Saya menyebut isu, karena memang selama ini tidak ada informasi jelas mengenai dua hal tersebut, hehehe.Entah karena menariknya tema yang diangkat atau karena memang selama ini kita terus bertanya tanya tentang PLTN di Jepang pasca gempa dan tsunami atau karena apa, kajian tersebut ramai didatangi orang, saya sih sempat berfikir ramai karena hujan deras, sehingga membuat mahasiswa enggan untuk pulang dan akhirnya menyimak kajian tersebut, hehehe.

DAIICHI ACCIDENT V

Kecelakaan PLTN di Jepang (5) Print
Dampak Radiologi Kecelakaan PLTN Fukushima
Riwayat Kejadian (file excel)
Pendahuluan
     Kecelakaan nuklir Fukushima 1 di Jepang sudah berlangsung sejak tanggal 11 Maret 2011 dan hingga sekarang masih menyisakan potensi bahaya yang dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia, baik bagi penduduk yang berada disekitar Fukushima-1 maupun bagi penduduk yang berada jauh dari wilayah  station Fukushima bahkan melewati batas Negara.  Hal ini terjadi karena    bahan radioaktif yang terlepas dari instalasi PLTN masuk ke udara dan membentuk awan radioaktif yang bergerak mengikuti arah angin.  Awan radioaktif ini akhirnya akan turun ke permukaan bumi sehingga dapat mengkontaminasi benda-benda dipermukaan bumi termasuk manusia..
     Besarnya awan radioaktif yang tersebar diudara ini semakin bertambah dengan bertambahnya jumlah pelepasan dari reaktor yang mengalami kecelakaan yaitu Fukushima Unit 1, Unit 3, Unit 2, dan terakhir unit 4 berturut-turut pada tanggal 12  Maret 2011, 14 Maret, 15 Maret diikuti kebakaran pada penyimpan elemen bahan bakar bekas yang melepaskan bahan radioaktif.
     Walaupun kecelakaan yang terlihat adalah dalam bentuk ledakan hidrogen, namun pengamatan menunjukkan adanya lepasan radioaktif yang menyebabkan naiknya laju dosis di lokasi. Tercatat pada tanggal 15 Maret pukul 00.00 laju dosis sebesar 11.9 milliSievert (mSv) per-jam dan enam jam kemudian yaitu pada tanggal 15 Maret pukul 06.00 tercatat dosis sebesar 0.6 mSv. Hal ini menunjukkan penurunan.  Akan tetapi sebelumnya telah dilaporkan hasil pengamatan laju dosis sebesar 100 milliSievert dan 400 mSv di lokasi.   Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pelepasan bahan radioaktif di PLTN Fukushima sangat fluktuatif  sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di teras reaktor ke empat reaktor yang mengalami kecelakaan.  Sampai pada tanggal 17 Maret 2011 Badan otoritas Jepang masih mengklasifikasikan kejadian di Fukushima Unit satu berada pada level 4  International Nuclear and Radiological Event Scale (INES) “Kecelakaan dengan konsekuensi local.”  Akan tetapi pada tanggal 18 Maret 2011 Badan otoritas Jepang telah menetapkan klasifikasi kejadian Fukushima Unit 1 berada pada level 5 yaitu ”Kecelakaan dengan dampak yang lebih luas”. Artinya ada kemungkinan terjadi kerusakan berat pada teras reaktor dan disertai dengan peningkatan jumlah paparan yang significant mengenai penduduk. 
     Dengan semakin besarnya paparan radioaktif yang terlepas ke udara akan semakin besar pula dampak radiologi yang akan mengenai penduduk di sekitar PLTN maupun di Negara lain yang cukup jauh akan terkena paparan termasuk ke Indonesia. Benarkah demikian? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dilakukan kajian tentang besarnya lepasan radioaktif yang telah menyebar di kota-kota di Jepang dan analisis kemungkinan dampaknya ke Indonesia.  Namun terlebih dahulu perlu dipahami pengertian dampak radiologi secara umum seperti dalam uraian berikut ini.

DAIICHI ACCIDENT IV

Kecelakaan PLTN di Jepang (4)
Kebakaran Pada Kolam Penyimpanan Bahan Bakar Bekas PLTN Fukushima Daiichi Unit 4
Riwayat Kejadian (file excel)
Manfaat dan Fungsi Kolam Penyimpan Bahan Bakar Bekas
Kolam penyimpan bahan bakar bekas (spent fuel Pools) berfungsi untuk menyimpan bahan bakar bekas (spent/discharged fuel), yaitu bahan bakar bekas yang telah dipakai dalam kurun waktu tertentu.  Di samping itu rak penyimpan juga dipakai untuk penyimpanan sementara bahan bakar baru hanya pada saat dilakukan pertukaran dan pemuatan kembali bahan bakar yang akan dimasukkan ke teras reaktor.
Karena bahan bakar bekas mengandung produk hasil belah fisi, maka bahan bakar bekas memancarkan berbagai jenis partikel atau sinar seperti α, β dan γ Dengan demikian, penyimpan bahan bakar bekas harus mampu menyediakan sirkulasi pendingin untuk mendinginkan panas γ yang dipancarkan oleh bahan bakar bekas.  Kecukupan pendingin diperlukan tidak saja dari aspek ketinggian permukaan air tetapi juga kemampuan terjadinya sirkulasi yang kontinyu.  Disamping itu, pendingin berfungsi sebagai perisai agar paparan radiasi di permukaan kolam penyimpan memenuhi batas yang ditetapkan.  Pada kondisi pendinginan normal, temperatur kolam penyimpan bahan bakar dipertahankan sebesar 25oC, dengan sirkulasi pendingin paksa yang memerlukan catu daya listrik, tinggi level air kolam dan temperatur pendingin harus selalu dipantau.
Bahan bakar bekas disimpan di dalam rak dimana rak tersebut berada di dalam kolam pendingin berisi air. Konfigurasi rak harus didesain sedemikian rupa, salah satu cara adalah dengan mengatur jarak antar bahan bakar agar tidak terjadi kekritisan.  Subkritikalitas harus dijamin kurang dari 0,95 dengan ketidak pastian kritikalitas sebasar 3σ.  Subkritikalitas dijaga dengan memberi beberapa penyerap seperti Cd di rak tersebut.  Jaminan subkritikalitas desain rak dilakukan dengan asumsi semua bahan bakar dalam keadaan segar (kondisi uranium tertinggi), terjadi kecelakaan terparah yaitu rak runtuh sehingga bahan bakar saling bersentuhan.  Dalam kondisi ini, nilai subkritikalitas tetap harus dibawah 0,95 dengan kepercayaan  68 % (3σ atau 3x eta).
Gambar Lokasi kolam penyimpan bahan bakar bekas